BENEDICTUS PP XVI
Sri Paus Benediktus XVI (terlahir sebagai Joseph Alois Ratzinger) lahir di Marktl am Inn, Bayern, Jerman, pada tanggal 16 April 1927. berasal dari keluarga petani dan anti Nazi. juga merupakan keluarga yang saleh. Terpilih menjadi Pemimpin Gereja Katolik Roma pada tanggal 19 April 2005, dengan menggantikan pendahulunya, Paus Yohanes Paulus II. Benedictus XVI merupakan Paus berdarah Jerman pertama sejak Paus Adrianus VI (1522-1523). Ia merupakan Paus Jerman kedelapan dalam sejarah sejak Paus berdarah Jerman pertama Paus Gregorius V.
”Aku senantiasa dipenuhi rasa syukur
bahwa hidupku ditenggelamkan begitu rupa dalam Misteri Paskah”
Joseph Alois Ratzinger lahir dalam keluarga katolik yang saleh. Ia merupakan
buah hati dari Joseph Ratzinger, yang merupakan seorang komisaris polisi yang
berasal dari keluarga petani dengan ekonomi yang lemah dan Maria Riger, yang
berasal dari keluarga tukang. Mereka sangat menentang Nazi.
Joseph Ratzinger dan Maria Riger dikarunia tuga orang anak. Yang sulung,
George Ratzinger, yang kelak menjadi imam sekaligus musikus; anak kedua,
seorang puteri yang diberi nama Maria Ratzinger, dan yang bungsu Joseph Alois
Ratzinger, yang kini menjadi Bapa Suci Paus Benediktus XVI.
Joseph Alois Ratzinger dilahirkan pada hari Jumat Agung, 16 April 1927 di
Marktl am Inn, Bavaria, Jerman dan dibaptis keesokan harinya pada Malam Paskah.
Dalam otobiografinya, “Milestones”, bapa suci menulis, “Sebagai orang pertama yang
dibaptis dengan air baru, sungguh merupakan suatu penyelenggaraan ilahi yang
luar biasa. Aku senantiasa dipenuhi rasa syukur bahwa hidupku ditenggelamkan
begitu rupa dalam Misteri Paskah.... Semakin aku merenungkannya, semakin tepat
rasanya bahwa aku dibaptis pada Malam Paskah, bukan pada Hari Raya Paskah. Kita
masih menanti Paskah, belum berada dalam terang Paskah yang penuh, melainkan
berjalan menuju terang itu, dengan penuh pengharapan.”
Sejak masa kanak-kanaknya, Joseph kecil tidak bercita-cita lain selain
daripada menjadi seorang imam. Bahkan saat berusia enam tahun, ia telah
mengumumkan bahwa ia akan menjadi seorang uskup!
Mengenai ayahnya, bapa suci mengisahkan, “Ayahku melihat tanpa
keraguan sedikit pun bahwa kemenangan Hitler akan menjadi kemenangan anti
Kristus, bukan kemenangan Jerman, awal dari masa-masa Kitab Wahyu bagi segenap
umat beriman - dan bukan hanya mereka saja.” Karena kritiknya yang
terang-terangan terhadap Nazi, keluarga Ratzinger harus pindah ke Auschau am
Inn, di kaki pegunungan Alpen pada bulan Desember 1932. Pada tahun 1937,
ayahnya mencapai usia pensiun 60 tahun dan mereka pindah ke Hufschlag, di
pinggiran kota Traunstein, di mana Joseph melewatkan masa remajanya. Di sinilah
ia mulai belajar bahasa Latin dan Yunani.
MASA REMAJA
Pada tahun 1939, Joseph yang masih belia masuk
seminari di Traunstein. Ketika usianya beranjak 14 tahun, Joseph bergabung
dengan Pemuda Hitler, sesuai ketentuan wajib sejak tahun 1938. Joseph sama
sekali tidak tertarik, dan bersama teman-teman seminari lainnya berusaha
menghindarkan diri dari pertemuan-pertemuan Nazi. Dua tahun kemudian, tahun
1943, saat ia berumur 16 tahun, Joseph, bersama seluruh teman sekelasnya di
seminari, ditugaskan wajib militer dalam korps anti pesawat terbang. Mereka
masih diperkenankan mengikuti pelajaran di Maximilians - Gymnasium di Munich
tiga hari dalam seminggu.
Pada bulan September 1944, Joseph yang saat itu
berusia 17 tahun, ditugaskan wajib militer di suatu batalyon yang dikomandani oleh
seorang Austria “Nazi Tua” yang fanatik. Bapa suci menulis, “Suatu malam kami
diseret dari tempat tidur kami dan diperintahkan berbaris, dalam keadaan
setengah tidur, dengan mengenakan baju training. Seorang perwira SS menyuruh
kami maju satu persatu. Dengan memanfaatkan keadaan kami yang masih mengantuk
dan dengan menempatkan kami di hadapan seluruh pasukan, ia berusaha mendesak
kami bekerja “sukarela” untuk Waffen-SS. Begitulah, sejumlah besar teman yang
berkehendak baik dipaksa bekerja untuk kelompok kriminal ini. Bersama beberapa
teman, aku sungguh senang dapat mengatakan bahwa kami ingin menjadi imam
Katolik. Lalu kami dibebaskan dengan caci-maki penghinaan dan siksa. Namun
demikian, betapa nikmat rasanya segala penghinaan itu, yang membebaskan
kami dari ancaman “kerja sukarela” dusta ini dengan segala konsekuensinya.
Bahaya maut mengancam Joseph pada hari-hari
menjelang kekalahan Jerman pada awal bulan Mei 1945. Mengambil kesempatan dalam
kekacaubalauan perang, ia meninggalkan dinas militer dan pulang ke rumah,
mempertaruhkan nyawa meluputkan diri dari para tentara yang ditempatkan di
tiap-tiap persimpangan jalan dengan perintah untuk menembak di tempat semua
prajurit yang “mangkir”. Ia berhasil meloloskan diri dan tiba di rumah
hanya untuk masuk dalam bahaya yang bahkan lebih besar. Dua perwira SS masuk
dan tinggal di rumah keluarga Ratzinger. Beberapa teman mereka telah
menggantung mati beberapa prajurit muda yang ketahuan mangkir. Hanya karena
perlindungan Allah yang Mahabaik, kedua perwira SS itu sekonyong-konyong
menghilang, tanpa menyentuh baik Joseph maupun ayahnya.
Sementara itu, musin panas 1945, pasukan sekutu
akhirnya tiba di desa tempat tinggalnya dan menjadikan rumah keluarga Ratzinger
sebagai pangkalan mereka. Joseph dikenali sebagai tentara Jerman dan karenanya ditangkap
sebagai tawanan perang dan dikurung di kamp POW. Enam minggu kemudian, tanggal
19 Juni 1945, ia dibebaskan dan pulang ke rumah. “Yerusalem surgawi tak
akan lebih indah bagiku. Inilah Pesta Hati Kudus Yesus. Aku boleh mendengarkan
madah dan doa-doa dilambungkan dari gereja…. Tak pernah sepanjang hidupku aku
menikmati santapan yang lebih sedap dari masakan sederhana yang disiapkan ibu
bagi kami dari hasil kebun kami sendiri…. Beberapa minggu kemudian, kakak
sulungku muncul, kulitnya kecoklatan terbakar matahari Italia; ia duduk di
piano dan memainkan “Allah yang Kudus, Kami Memuliakan Nama-Mu”. Bulan-bulan
berlalu, di mana sekali lagi kami boleh mengecap kebebasan, sungguh merupakan
kenangan terindah sepanjang hidupku.”
IMAMAT
Bulan Januari 1946, bersama Georg dan 120 teman
seminari, Joseph masuk kembali ke seminari di Keuskupan Munich. Kejamnya hidup
dalam perang yang harus mereka alami membuat mereka semua haus menuntut ilmu.
“Kami bertekad mengejar ketinggalan kami dari tahun-tahun yang hilang, untuk
melayani Kristus dalam GerejaNya, demi masa depan yang baru, yang lebih baik,
demi Jerman yang lebih baik, demi dunia yang lebih baik,” demikian tulis bapa
suci dalam buku kenangannya. “Tak seorang pun dari antara kami yang ragu bahwa
Gereja merupakan pilihan yang tepat bagi harapan-harapan kami. Kendati
kelemahan-kelemahan manusiawi, Gereja tetap bertahan dalam menghadapi serangan
gencar Nazi. Di tengah neraka yang melahap segala kekuatan lain dalam
masyarakat, Gereja tetap kokoh dengan kekuatan yang bukan dari dunia ini. Janji
Kristus telah digenapi: alam maut tak akan menguasainya. Kami tahu seperti apa
alam maut itu. Kami telah melihatnya dengan mata kami sendiri. Tetapi, kami
melihat juga rumah yang tetap kokoh berdiri, sebab dibangun di atas
batu karang.”
Pada tanggal 29 Juni 1951, Georg dan Joseph
Ratzinger ditahbiskan sebagai imam oleh Kardinal Faulhaber di Katedral
Freising, pada Pesta Santo Petrus dan Paulus. Pastor Ratzinger mulai mengajar,
di samping itu ia juga belajar filsafat dan teologi di Universitas Munich dan
di Sekolah Tinggi Freising. Pada tahun 1953, ia memperoleh gelar doktor dalam
bidang teologi dengan tesisnya yang berjudul “Umat dan Rumah Tuhan dalam
Doktrin Gereja St Agustinus”. Empat tahun sesudahnya, ia menjadi dosen,
kemudian mengajar dogma dan teologi fundamental di Sekolah Tinggi Filsafat dan
Teologi Freising, lalu di Bonn dari tahun 1959 hingga 1969, Münster dari
tahun 1963 hingga 1966, Tubinga dari tahun 1966 hingga 1969. Sejak tahun 1969,
Pastor Ratzinger menjadi professor teologi dogmatik dan sejarah dogma di
Universitas Regensburg, sekaligus menjabat Wakil Rektor universitas yang sama.
Pada tahun 1962, Pastor Ratzinger telah terkenal
ketika, dalam usia 35 tahun, ia menjadi penasehat ahli teologi bagi Uskup Agung
Cologne, Kardinal Joseph Frings, dalam Konsili Vatikan II.
Di antara begitu banyak karyanya, yang paling
menonjol adalah, “Pengantar Agama Kristen,” berisi kumpulan pelajaran kuliah
tentang pengakuan iman apostolik, diterbitkan tahun 1968; “Dogma dan Wahyu,”
sebuah bunga rampai, kumpulan khotbah dan renungan yang dipersembahkan bagi
pelayanan pastoral, diterbitkan tahun 1973.
Bulan Maret 1997, Paus Paulus VI menetapkannya
sebagai Uskup Agung Munich dan Freising. Tanggal 28 Mei 1977 ia ditahbiskan.
Moto episkopalnya adalah “Cooperatores Veritatis”, pekerja-pekerja kebenaran,
yang diambil dari 3Yohanes 8. Moto ini melambangkan jalinan kebenaran dan
kasih, iman pribadi dan kekatolikan Gereja, pun inter-relasi antara para
gembala dan umat beriman, yang, dengan caranya masing-masing, saling ikut ambil
bagian dalam kewajiban dan rahmat Injil.
Dalam konsistori tanggal 27 Juni 1977, Paus
Paulus VI mengangkatnya sebagai kardinal.
Pada tanggal 25 November 1981, Paus Yohanes
Paulus II menunjuk Kardinal Ratzinger sebagai Prefek Kongregasi untuk Ajaran
Iman; Ketua Komisi Kitab Suci dan Komisi Teologi Internasional Kepausan.
Pada tanggal 6 November 1998, Kardinal Ratzinger
dipilih sebagai Subdekan Dewan Kardinal dan pada tanggal 30 November 2002 Paus
Yohanes Paulus II mengesahkan pemilihannya oleh para kardinal sebagai Dekan
Dewan Kardinal. Sebagai Presiden Komisi bagi Persiapan Katekismus Gereja
Katolik yang baru, ia bekerja selama enam tahun (1986 - 1996) sebelum akhirnya
mempersembahkan Katekismus baru kepada Bapa Suci.
Kardinal Ratzinger termasuk salah seorang yang
paling berpengaruh dan dihormati di Vatikan. Ia merupakan tangan
kanan serta rekan terdekat Paus Yohanes Paulus II. Ia pula yang memimpin
pemakaman Sri Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 8 April 2005, dan ia juga
yang memimpin conclave yang dimulai pada tanggal 18 April 2005 yang lalu.
Berulangkali Kardinal Ratzinger mengatakan bahwa
ia ingin mengundurkan diri ke suatu desa di Bavaria dan mengabdikan sisa
hidupnya untuk menulis. Tetapi, akhirnya juga, ia mengatakan bahwa ia “siap
menerima segala beban tanggung jawab yang diletakkan Tuhan ke atas pundaknya.”
Pada tanggal 19 April 2005 pukul 5.50 sore,
Kardinal Ratzinger terpilih sebagai penerus Paus Yohanes Paulus II sebagai paus
Gereja Katolik Roma yang ke-265 dengan nama Paus Benediktus XVI.
Bapa Suci Paus Benediktus XVI menguasai sepuluh
bahasa. Ia seorang pianis ulung, teristimewa dalam karya-karya Mozart dan
Beethoven.
Paus Benediktus XVI merupakan paus German yang
kedelapan.
sumber : 1. “Cardinal Recollections” by Fr Hughes; Our Sunday Visitor; 2.
Ratzinger Fan Club; www.ratzingerfanclub.com; 3. Biography of Pope Benedict
XVI; www.vatican.va; 4. WIKIPEDIA, the free encylopedia; en.wikipedia.org; 5.
berbagai sumber
“disarikan dan diterjemahkan oleh YESAYA:
www.indocell.net/yesaya”